PRAKATA


Tujuan utama reformasi adalah terjadinya perubahan tata kelola pemerintahan yang lebih baik untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang maksimal. Namun demikian tanpa adanya sistem yang akuntabel  dan transparan maka hal tersebut tidak mungkin dapat tercapai. Salah satu upaya untuk menuju pada tataran Tata Kelola Pemerintahan yang Baik adalah penerapan Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah pada pengelolaan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di daerah. 

Thursday, February 26, 2009

Tanggapan Opini BPK

Tujuan audit oleh BPK adalah untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintahan melalui audit atas laporan keuangan pemerintah pusat(LKPP). Demikian juga Pemerintah cq. Departemen Keuangan sebagai penyusun LKPP ingin berbuat yang terbaik untuk mencapai hal tersebut.

Artikel ini merupakan resume tanggapan dari Departemen Keuangan RI atas temuan yang disampaikan oleh BPK RI. Sebuah  catatan yang sangat menarik karena menunjukan bahwa opini auditor bisa saja tidak sepenuhnya benar dan bagi yang terperiksa (auditan) tidak perlu sungkan untuk memberikan tanggapan untuk tidak sepakat atas temuan-temuan tersebut sepanjang mempunyai pijakan (dasar argumentasi) yang jelas dan benar. Adapun kronologi penyampaian temuan yang normatif, adalah :
  1. Kondisi kejadian (fakta),
  2. Kriteria/ketentuan yang dilanggar (sesuai periode fakta),
  3. Sebab kejadian,
  4. Akibat kejadian (bisa administratif atau kerugian negara),
  5. dan yang tidak kalah penting adalah Rekomendasi untuk menghilangkan penyebab.

Tanggapan Pemerintah cq. Departemen Keuangan atas Temuan BPK sebagai berikut :

Pemerintah telah mencermati hasil pemeriksaan BPK dan beberapa masalah yang ditemukan sebagai dasar bagi simpulan audit BPK dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Pembatasan lingkup pemeriksaan BPK.
  2. Pelaksanaan sistem akuntansi yang belum sempurna sehingga berdampak pada angka-angka yang disajikan pada LKPP Tahun 2007 terutama pada K/L yang memiliki satker dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
  3. Penyimpangan (menurut Pemerintah merupakan perbedaan pendapat) terhadap penerapan ketentuan keuangan negara atau standar akuntansi seperti konsep azas bruto dan investasi non permanen.
  4. Beberapa K/L memperoleh PNBP tanpa didukung oleh peraturan pemerintah, dan sebagian menggunakannya langsung tanpa melaporkannya sebagai PNBP.
Terhadap masalah-masalah yang dikemukakan pada angka 3, Pemerintah memberi tanggapan sebagai berikut:
  1. Keterbatasan lingkup pemeriksaan BPK sehingga tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan yang memadai terutama di bidang perpajakan telah diselesaikan melalui proses judicial review di Mahkamah Konstitusi dan putusannya sudah terbit. Sedangkan mengenai keterbatasan pemeriksaan BPK pada biaya perkara di Mahkamah Agung diakui masih harus memerlukan langkah penyelesaian.
  2. Implementasi sistem akuntansi yang dibangun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan harus diakui masih dalam tahap awal karena baru efektif diterapkan sejak tiga tahun lalu. Sistem akuntansi tersebut harus mengakomodasikan seluruh variasi transaksi keuangan Pemerintah dan harus diterapkan oleh 21.792 satker APBN berpegang pada dukungan pelaksana yang hampir seluruhnya tidak memiliki latar belakang akuntansi. Pemerintah, dan seyogyanya kita semua, termasuk BPK, sudah selayaknya berbesar hati bahwa dari latar belakang ketiadaan akuntansi pemerintahan sama sekali dan personil yang umumnya tidak pernah memperoleh pendidikan akuntansi, akhirnya secara bertahap kita telah mampu menghasilkan LKPP yang bisa disetarakan dengan laporan keuangan negara-negara modern lainnya.
  3. Terdapat tiga temuan BPK yang menurut Pemerintah lebih tepat dinyatakan sebagai perbedaan pendapat dalam penerapan ketentuan keuangan negara, standar akuntansi, dan sistem akuntansi.
  • – Penerapan azas bruto atas penerimaan migas
    Pemerintah mengikuti pendapat KSAP bahwa penerimaan PNBP migas dapat diakui hanya setelah earnings process selesai. Penerimaan migas pada rekening 600.000.411 masih harus memperhitungkan unsur-unsur under/over lifting, DMO, pengembalian PPN dan PBB. Selain itu, pengakuan pendapatan migas sebelum earnings process selesai akan berakibat pada dasar penetapan Dana Perimbangan yang tidak akurat, sehingga penerapan azas bruto dalam hal ini akan menyesatkan. Namun demikian, status rekening 600.000.411 telah di-disclose pada neraca dan laporan arus kas, dan mutasinya dikemukakan secara jelas pada CaLK dan terbuka untuk diaudit.

    – Klasifikasi dana bergulir
    Pemerintah mengikuti ketentuan PSAP No. 06 tentang Akuntansi Investasi, dimana dana bergulir merupakan investasi jangka panjang non permanen. Kas yang berstatus dana bergulir pada BLU (seperti pada LPDB Menkop UKM atau PIP Depkeu) berbeda dengan kas yang berstatus kas operasional yang memang harus dikonsolidasikan pada posisi kas K/Lyang bersangkutan. Dengan demikian, apabila Pemerintah mengikuti saran auditor BPK maka penyajian neraca menjadi bertentangan dengan prinsip akuntansi dan konsep pengelolaan keuangan BLU.

    – Konsolidasi pendapatan dalam LKPP
    BPK berpendapat bahwa realisasi Pendapatan Negara adalah berdasarkan laporan akuntansi kementerian negara/lembaga. Pemerintah tidak setuju dengan pendapat tersebut karena alasan sebagai berikut:
    • Menteri Keuangan menurut UU berfungsi sebagai pengelola fiskal dan Bendahara Umum Negara, dan karenanya menjadi penanggung jawab utama terhadap realisasi penerimaan/pendapatan.
    • Menteri/pimpinan lembaga menurut UU berfungsi sebagai pengguna anggaran dan bertanggung jawab terhadap setiap pembebanan anggaran. Karenanya menteri/pimpinan lembaga menjadi penanggung jawab utama atas realisasi belanja.
  • Sistem Akuntansi Pemerintahan dibangun dengan kapasitas internal check (saling uji) antara sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh Bendahara Umum Negara dengan sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh K/L.
  • Apabila Pemerintah mengikuti saran BPK untuk mendasarkan jumlah realisasi pendapatan tahun 2007 pada akuntansi K/L, maka jumlah realisasi pendapatan menjadi hanya Rp699.577.480.292.800 bukan sebesar Rp707.806.088.304.925 sebagaimana disajikan pada LRA yang sudah diaudit. Dengan kata lain, apabila saran BPK dipaksakan maka akan mengakibatkan pendapatan negara kurang saji sebesar Rp8.228.608.012.125.
  • Terhadap temuan PNBP yang belum ada PP-nya dan digunakan langsung tanpa dilaporkan (misalnya pengelolaan Gedung Manggala Wanabakti yang dikelola oleh Yayasan Sarana Wana Jaya), Pemerintah akan melakukan inventarisasi ulang dan menyiapkan ketentuan supaya pelaksanaannya sesuai dengan perundang-undangan keuangan negara.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan dihasilkannya LKPP Tahun 2007 dari proses akuntansi yang modern walaupun belum sempurna dan telah diaudit secara independen oleh lembaga yang kompeten, kita semua patut berbesar hati bahwa kita secara bertahap telah mewujudkan amanat pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Cukup banyak perbaikan dalam penyelenggaraan akuntansi pada sebagian besar jajaran satker pemerintah yang hasilnya ditunjukkan dalam LKPP Tahun 2007, antara lain:
  1. Jumlah anggaran belanja yang kurang dipertanggungjawabkan (suspen) dari tahun 2005, 2006, dan 2007 semakin menurun, berturut-turut sebagai berikut: TA 2005 sebesar Rp1,94 triliun, TA 2006 sebesar Rp0,92 triliun, dan TA 2007 sebesar minus Rp0,24 triliun.
  2. Nilai aset Pemerintah semakin meningkat, berturut-turut sebagai berikut: tahun 2005 sebesar Rp1.173,13 triliun, tahun 2006 sebesar Rp1.219,26 triliun, dan tahun 2007 sebesar Rp1.600,21 triliun, sehingga untuk pertama kalinya Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2007 menunjukkan nilai kekayaan bersih yang positif sebesar Rp169,25 triliun.
  3. Beberapa butir pengungkapan (disclosures) yang baru, seperti mutasi rekening migas, hasil penertiban rekening, dan ikhtisar keuangan lembaga nonstruktural.
Beberapa temuan pokok yang disampaikan oleh BPK kami akui adanya dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk memperbaikinya. Kelemahan dan kekurangan masih terjadi, bukan karena pihak Pemerintah tidak memberi perhatian, namun hal demikian terjadi semata-mata karena diperlukan waktu untuk menyempurnakannya. Karenanya, Pemerintah selalu terbuka terhadap kritik dan saran audit BPK. Namun demi keseimbangan (fairness), Pemerintah sesungguhnya berharap bahwa BPK pun memberi pengakuan terhadap kemajuan-kemajuan yang telah dilakukan oleh Pemerintah. Namun, pihak BPK masih cenderung berfokus pada ‘bagian gelas yang masih belum terisi, bukan pada bagian yang sudah semakin terisi’. Apabila BPK hanya memberi penilaian pada kekurangan serta masalah-masalah yang belum tertangani, dikhawatirkan pendekatan demikian dapat berakibat pada kemunduran semangat dan pada gilirannya menimbulkan efek contra-productive bagi para penyelenggara akuntansi dan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang sedang giat-giatnya memperdalam disiplin baru ini.
 
Pada hakikatnya tanggung jawab untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang berkualitas merupakan tanggung jawab bersama, baik Pemerintah maupun BPK. Namun seperti kita ketahui bahwa Pemerintah memiliki keterbatasan karena terkendala oleh berbagai faktor seperti keterbatasan kapasitas SDM. Demikian pula, Pemerintah menyadari adanya keterbatasan yang dialami oleh BPK dalam hal kualitas SDM yang dirasakan menurun dalam pemeriksaan LKPP Tahun 2007, yang kemungkinan disebabkan oleh deployment sebagian SDM yang berkualitas pada kantor-kantor perwakilan baru. Dalam kaitan ini, Pemerintah mengharapkan agar pada masa mendatang penyampaian temuan oleh tim audit BPK lebih terorganisasikan dan harus dipastikan pengagendaannya dalam pembahasan teknis antara Pemerintah dan BPK.Terakhir, perlu kami beri klarifikasi mengenai berita media tanggal 27 Mei 2008 yang memberitakan bahwa BPK telah menemukan sekitar 33.000 rekening yang baru dengan nilai Rp30-an triliun. Hal ini telah kami cek kepada BPK, dan ternyata temuan rekening dimaksud pada dasarnya berasal dari temuan Tim Penertiban Rekening Pemerintah yang hasilnya pada waktu lalu telah disampaikan kepada Tim Audit BPK. Jadi, temuan rekening dimaksud merupakan temuan oleh Pemerintah, bukan temuan BPK.

Semoga artikel ini dapat menjadi informasi bagi para pengemban kebijakan. Satu hal yang perlu kita garis bawahi disini adalah " perbedaan pendapat bukanlah temuan audit"

Wednesday, February 18, 2009

MODUL RENSTRA SKPD

MODEL PRAKTIS PENYUSUNAN RENSTRA SKPD

Rencana Strategik merupakan dokumen perencanaan yang dikembangkan dalam rangka mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Inpres 7 tahun 1999). Penerapan sistem dilakukan agar perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik menuju tatanan Good Governance Government dapat tercapai. Namun demikian untuk dapat menyusun dokumen tersebut dengan baik, realistis dan selaras  tidaklah mudah. Hal tersebut disebabkan belum ada satu referensipun yang membahas dengan praktis  penyusunan rensta sampai dengan penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Disamping itu pedoman-pedoman  yang adapun hanya bersifat normatif .
Renstra sebagai sebuah dokumen perencanaan mempunyai landasan pikir yang berbeda jika dibandingkan dengan dokumen perencanaan pendahulunya. Beberapa perbedaan tersebut antara lain, adalah :
1. Renstra dikembangkan dengan pola pikir melihat ke masa depan (vision). Karena dalam perumusan renstra yang menjadi perhatian utama adalah ” dimasa depan menjadi apa? Dan dengan strategi bagaimana cita dan citra tersebut akan diwujudkan?
2. Salah satu kunci utama perumusan visi sampai dengan strategi pencapaian tujuan dan sasaran yaitu program dan kegiatan harus memperhatikan keselarasan. Dengan keselarasan dapat dijaga tingkat ketercapaian target yang tinggi. Karena tanpa keselarasan akan dihasilkan perencanaan yang tidak integral dan mengakibatkan kegiatan tidak nyambung dengan program dan sasarannya.
3. Dalam merumuskan renstra ada keharusan untuk dan penetapan indikator kinerja sasaran/program dan kegiatan serta membangun sistem pengumpulan data. Hal tersebut diperlukan agar pengukuran kinerjanya dapat dilakukan dengan baik.

Komponen renstra terdiri dari visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan. Agar perumusan visi dapat lebih tepat, sebagai langkah pertama diperlukan identifikasi pelanggan yang menjadi stakeholder organisasi. Disamping itu perlu juga dilakukan environmental scanning untuk mengindentifikasi data internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap aktivitas organisasi. Ini dibutuhkan agar visi yang dirumuskan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. Sebab eksistensi organisasi sangat tergantung dari kebutuhan/ketergantungan pelanggan terhadap keberadaan organisasi. Sebab organisasi pemerintah harus menjadi organisasi yang berorientasi kepada pelanggan (customer driven organization).
Sejalan dengan penerapan PP 41 tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah, maka penyusunan renstra harus mengacu pada pembagian tupoksi terhadap kinerja yang akan dicapai masing-masing tingkatan manajemen. Agar memudahkan pembagian target kinerja sesuai jenjang struktural SKPD, maka komponen renstra yaitu Misi, Tujuan dan Sasaran dianalogikan dengan pembagian jenjang struktural lini II, dan tingkat program pada struktural lini III serta kegiatan pada lini Pejabat Teknis Kegiatan. Dengan metode pembagian seperti ini dimungkinkan pengendalian yang lebih baik serta memudahkan metode pengukuran kinerja dari masing-masing jenjang terhadap area yang menjadi lingkup tanggung jawabnya.

untuk memudahkan pembahasan, berikut ini disajikan ilustrasi tahapan perumusan renstra salah satu SKPD yaitu Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) Kabupaten X, sebagai berikut :

VISI

Definisi Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan instansi pemerintah.
Dengan pendekatan Fish Bone dan memperhatikan hasil inisialisasi organisasi, maka dirumuskan visi KPDE sebagai berikut :

TERSELENGGARANYA JARINGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA YANG TERINTEGRASI UNTUK MENDUKUNG TERWUJUDNYA PEMERINTAHAN YANG BAIK

MISI
Misi adalah sesuatu yang barus diemban atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Hal tersebut identik dengan tugas dan fungsi dari organisasi.
Sesuai perda yang mengatur struktur organisasi KPDE mempunyai tupoksi utama yaitu melaksanakan kebijakan teknis di bidang pengelola data elektronik, sistem informasi dan transaksi elektronik serta keterbukaan informasi publik
Sedangkan struktur organisasi terdiri dari Kepala Kantor, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Data dan Produksi, Seksi Aplikasi Telematika, Seksi Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi.
Dengan mempertimbangkan jumlah struktur dan rentang kendali yang ada dalam organisasi, maka perumusan misi disesuaikan sedemikian rupa agar tupoksi dapat terbagi habis. Hal ini sangat bermanfaat pada saat dilakukan pengukuran kinerjanya. Dengan model ini seluruh pengendalian atas kinerja sampai dengan pengukuran capaian kinerja kegiatan dapat secara langsung mencerminkan keberhasilan tingkatan manajerial yang ada dalam organisasi.
Adapun rumusan misi tersebut, sebagai berikut :
1. Mewujudkan Jaringan komunikasi dan Informatika yang terintegrasi
(Seksi Aplikasi Telematika)
2. Mewujudkan Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi yang efektif
(Seksi Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi)
3. Melaksanakan Pengelolaan Data dan Produksi Data secara Elektronik (Seksi Data dan Produksi)
4. Mewujudkan penyelenggaraan urusan Rumah Tangga guna pengembangan kapasitas Organisasi dan SDM (Sub Bagian Tata Usaha)

TUJUAN
Tujuan adalah sesuatu (apa) yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan.
Agar diperoleh perumusan yang tepat, dapat digunakan analisis SWOT untuk memperoleh gambaran lingkungan internal dan eksternal organisasi. Adapun hasil pemetaan SWOT tersebut adalah :

Strenght (kekuatan) :
1. Adanya dasar hukum/perda organisasi yang baik
2. Adanya sistem informasi untuk aplikasi gaji, otomatisasi administrasi kantor dan persandian
3. Telah terpasangya jaringan komunikasi pada 27 SKPD dari 41 SKPD yang ada

Weakness (kelemahan) :
1. Jumlah sarana dan prasarana kantor yang kurang memadai
2. Kuantitas dan kualitas SDM yang kompeten di bidang TI yang sangat minim
3. Dukungan dana pengembangan yang belum mencukupi

Oportunities (peluang) :
1. Adanya dukungan dan kesempatan yang luas dari Departemen Kominfo pusat terhadap pengembangan TI di Kabupaten X
2. Kebutuhan akan data dan informasi yang diolah secara elektronik cukup tinggi baik oleh SKPD lain, masyarakat dan akademisi
3. Belum tersedianya data potensi daerah yang terintegrasi

Treatment (Ancaman) :
1. Kurangnya komitmen atas pengembangan TI di lingkungan Pemerintahan Kabupaten X
2. Kelangsungan penyediaan listrik oleh PLN yang sering mengalami gangguan berpotensi menyebabkan rusaknya sistem informasi dan database
3. Mutasi/pemindahan pegawai yang tidak mempertimbangkan kompetensi/skill

Analisis SWOT dibutuhkan agar dapat ditentukan Key Sucsses Factor sebagai langkah kunci untuk mencapai keberhasilan organisasi. Analisis tersebut untuk menentukan 4 (empat) strategi pokok, yaitu :
1. Mengoptimalkan kekuatan agar meraih peluang
2. Menggunakan kekuatan untuk mencegah ancaman
3. Mengurangi kelemahan untuk meraih peluang
4. Mengurangi kelemahan untuk mencegah ancaman

Atas dasar 4 (empat) strategi pokok tersebut, dikembangkan analisis untuk memperoleh strategi agar mencapai optimalisasi tujuan dan sasaran sebagai berikut :
1. Dengan potensi data yang telah ada, Sistem Informasi yang telah dimiliki, akan dikembangkan lebih lanjut agar dapat diperoleh hasil yang lebih optimal.
2. Sarana dan prasarana serta SDM yang dimiliki didayagunakan secara lebih efektif dan efisien agar dapat memberikan pelayanan prima dalam penyediaan dan pengelolaan data elektronik.
3. Kondisi SDM yang kompeten dibidangnya dirasa masih kurang, sehingga perlu ditingkatkan secara proporsional agar dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
4. Menggalang komitmen dan persepsi bahwa penggunaan TI dalam konsep pengembangan komunikasi dan informatika sangat penting, agar dukungan lebih tinggi dan ancaman utama berupa kelangsungan penyediaan sumber daya listrik dapat diatasi.
Adapun rumusan Tujuan dari Misi (1) tersebut di atas, adalah :
1. Terciptanya Pengembangan jaringan Komunikasi yang terintegrasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten X
2. Terciptanya pemanfaatan Informatika yang terintegrasi d ilingkungan Pemerintah Kabupaten X
3. Terciptanya infrastruktur telekomunikasi yang tertata rapi
4. Terlaksananya penyelenggaraan persandian

Rumusan Tujuan dari Misi (2) :
• Terwujudnya penyerapan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat secara efektif

Rumusan Tujuan dari Misi (3) :
• Terlaksananya pelayanan data kepemerintahan yang valid

Rumusan Tujuan dari Misi (4) :
1. Terlaksananya penyelenggaraan kerumahtanggaan organisasi yang optimal
2. Tersedianya sarana dan prasarana aparatur yang memadai
3. Tersedianya Sumber daya Aparatur yang memiliki kompetensi secara mencukupi
4. Tersedianya Sistem Perencanaan dan realisasi Kinerja organisasi
5. Terlaksananya disiplin kerja aparatur

SASARAN
Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh instansi pemerintah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan dengan indikator outcome yang terukur. Sehingga dalam perumusannya harus benar-benar diperhatikan keterukuran dari indikator kinerja sasaran tersebut. Sebagai contoh diambil rumusan Sasaran dari Tujuan (1), adalah :
1. Meningkatnya jaringan Komunikasi pada seluruh SKPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten X ( dengan indikator jumlah SKPD yang memasang jaringan komunikasi)
2. Meningkatnya kemampuan SDM dalam mengelola jaringan komunikasi di Pemerintah Kabupaten X (dengan indikator jumlah peningkatan kemampuan SDM pengelola jaringan komunikasi)

KEBIJAKAN
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan ataupun pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran, tujuan, serta visi dan misi instansi pemerintah. Oleh karena itu perumusan kebijakan tinggal menyesuaikan dengan yang sudah ada terkait bidang/urusan yang akan dijalankan.

PROGRAM
Program adalah kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk mendapatkan hasil yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, guna mencapai sasaran tertentu. Dalam perumusan program dan kegiatan perlu memperhatikan ketentuan dalam lampiran Permendagri 13 tahun 2006. Hal ini dimaksudkan jika nomenklatur program dan kegiatan sudah tersedia kodenya, sebaiknya digunakan dan jika belum tersedia dalam lampiran tersebut baru ditambahkan dengan tetap memperhatikan keselarasan tupoksi untuk masing-masing urusan.
Adapun rumusan program dari sasaran (1) tersebut di atas, adalah :
• Peningkatan jumlah Pemasangan Jaringan Komunikasi

Adapun rumusan program dari sasaran (2), adalah :
• Peningkatan kemampuan SDM dalam mengelola jaringan Komunikasi

KEGIATAN
Tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai program yang telah ditetapkan.
Adapun rumusan kegiatan dari program (1), adalah :
1. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jaringan komunikasi dan sistem operasional (dengan indikator input dana, output jumlah jaringan yang dipelihara/dibangun, dan outcome peningkatan total jaringan yang tersedia)
2. Pengembangan Jaringan Telekomunikasi PABX (dengan indikator input dana, output jumlah jaringan PABX yang dibangun, dan outcome peningkatan total jaringan PABX yang tersedia)

Adapun rumusan kegiatan dari program (2), adalah :
• Pelatihan teknis jaringan komunikasi (dengan indikator input dana, output jumlah pegawai yang dilatih, dan outcome peningkatan kemampuan penanganan masalah jaringan)

Dalam perumusan renstra ini nampak bahwa keselarasan dari setiap komponen sangat diperhatikan. Dengan menjaga keselarasan tersebut, keterkaitan antara kegiatan, program sampai dengan visi akan nampak. Hal ini menjadi tegas kegiatan apa untuk mencapai program, sasaran yang mana, sehingga ketercapaian maupun kegagalan akan mudah diidentifikasi dengan baik. Disamping itu nampak area tupoksi masing-masing seksi dan dapat dihindari adanya tumpang tindih program dan kegiatan.

Fail to Plan is Plain to Fail artinya gagal membuat rencana sama dengan merencanakan kegagalan. Sebuah motto yang perlu dipahami karena dengan menyusun rencana yang baik pun masih dimungkinkan terjadi kegagalan apalagi jika dari awal rencana yang disusun tidak baik maka hanya kegagalan yang dapat diperoleh.

Pada akhirnya penyusunan Renstra yang baik akan menjadi dasar pelaksanaan kegiatan berikutnya, yaitu tahapan penyusunan anggaran, pelaksanaan, penatausahaan serta pengukuran kinerja. Jika proses ini dijalankan dengan baik maka penyusunan pelaporan kinerjanya (baca LAKIP) akan dapat dilakukan dengan mudah. Pada prinsipnya setiap laporan hanya membandingkan antara rencana dengan realisasi. Permasalahan utama atas hal tersebut adalah jika rencana tidak pernah ditetapkan dengan baik maka realisasinya pun tidak mungkin dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan, atau hanya rekayasa semata dan tidak mengandung informasi yang valid.

Untuk melengkapi modul ini akan dibahas lebih lanjut metode penetapan indikator kinerja dan sistem pengumpulan data kinerja pada kesempatan berikutnya. See you next time...

DAFTAR PUSTAKA :
-Inpres 7 tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah
-SK Kepala LAN 239 tahun 2003 tentang Perubahan Pedoman Penyusunan LAKIP

Powered By Blogger