PRAKATA


Tujuan utama reformasi adalah terjadinya perubahan tata kelola pemerintahan yang lebih baik untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang maksimal. Namun demikian tanpa adanya sistem yang akuntabel  dan transparan maka hal tersebut tidak mungkin dapat tercapai. Salah satu upaya untuk menuju pada tataran Tata Kelola Pemerintahan yang Baik adalah penerapan Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah pada pengelolaan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di daerah. 

Thursday, February 26, 2009

Tanggapan Opini BPK

Tujuan audit oleh BPK adalah untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintahan melalui audit atas laporan keuangan pemerintah pusat(LKPP). Demikian juga Pemerintah cq. Departemen Keuangan sebagai penyusun LKPP ingin berbuat yang terbaik untuk mencapai hal tersebut.

Artikel ini merupakan resume tanggapan dari Departemen Keuangan RI atas temuan yang disampaikan oleh BPK RI. Sebuah  catatan yang sangat menarik karena menunjukan bahwa opini auditor bisa saja tidak sepenuhnya benar dan bagi yang terperiksa (auditan) tidak perlu sungkan untuk memberikan tanggapan untuk tidak sepakat atas temuan-temuan tersebut sepanjang mempunyai pijakan (dasar argumentasi) yang jelas dan benar. Adapun kronologi penyampaian temuan yang normatif, adalah :
  1. Kondisi kejadian (fakta),
  2. Kriteria/ketentuan yang dilanggar (sesuai periode fakta),
  3. Sebab kejadian,
  4. Akibat kejadian (bisa administratif atau kerugian negara),
  5. dan yang tidak kalah penting adalah Rekomendasi untuk menghilangkan penyebab.

Tanggapan Pemerintah cq. Departemen Keuangan atas Temuan BPK sebagai berikut :

Pemerintah telah mencermati hasil pemeriksaan BPK dan beberapa masalah yang ditemukan sebagai dasar bagi simpulan audit BPK dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Pembatasan lingkup pemeriksaan BPK.
  2. Pelaksanaan sistem akuntansi yang belum sempurna sehingga berdampak pada angka-angka yang disajikan pada LKPP Tahun 2007 terutama pada K/L yang memiliki satker dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
  3. Penyimpangan (menurut Pemerintah merupakan perbedaan pendapat) terhadap penerapan ketentuan keuangan negara atau standar akuntansi seperti konsep azas bruto dan investasi non permanen.
  4. Beberapa K/L memperoleh PNBP tanpa didukung oleh peraturan pemerintah, dan sebagian menggunakannya langsung tanpa melaporkannya sebagai PNBP.
Terhadap masalah-masalah yang dikemukakan pada angka 3, Pemerintah memberi tanggapan sebagai berikut:
  1. Keterbatasan lingkup pemeriksaan BPK sehingga tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan yang memadai terutama di bidang perpajakan telah diselesaikan melalui proses judicial review di Mahkamah Konstitusi dan putusannya sudah terbit. Sedangkan mengenai keterbatasan pemeriksaan BPK pada biaya perkara di Mahkamah Agung diakui masih harus memerlukan langkah penyelesaian.
  2. Implementasi sistem akuntansi yang dibangun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan harus diakui masih dalam tahap awal karena baru efektif diterapkan sejak tiga tahun lalu. Sistem akuntansi tersebut harus mengakomodasikan seluruh variasi transaksi keuangan Pemerintah dan harus diterapkan oleh 21.792 satker APBN berpegang pada dukungan pelaksana yang hampir seluruhnya tidak memiliki latar belakang akuntansi. Pemerintah, dan seyogyanya kita semua, termasuk BPK, sudah selayaknya berbesar hati bahwa dari latar belakang ketiadaan akuntansi pemerintahan sama sekali dan personil yang umumnya tidak pernah memperoleh pendidikan akuntansi, akhirnya secara bertahap kita telah mampu menghasilkan LKPP yang bisa disetarakan dengan laporan keuangan negara-negara modern lainnya.
  3. Terdapat tiga temuan BPK yang menurut Pemerintah lebih tepat dinyatakan sebagai perbedaan pendapat dalam penerapan ketentuan keuangan negara, standar akuntansi, dan sistem akuntansi.
  • – Penerapan azas bruto atas penerimaan migas
    Pemerintah mengikuti pendapat KSAP bahwa penerimaan PNBP migas dapat diakui hanya setelah earnings process selesai. Penerimaan migas pada rekening 600.000.411 masih harus memperhitungkan unsur-unsur under/over lifting, DMO, pengembalian PPN dan PBB. Selain itu, pengakuan pendapatan migas sebelum earnings process selesai akan berakibat pada dasar penetapan Dana Perimbangan yang tidak akurat, sehingga penerapan azas bruto dalam hal ini akan menyesatkan. Namun demikian, status rekening 600.000.411 telah di-disclose pada neraca dan laporan arus kas, dan mutasinya dikemukakan secara jelas pada CaLK dan terbuka untuk diaudit.

    – Klasifikasi dana bergulir
    Pemerintah mengikuti ketentuan PSAP No. 06 tentang Akuntansi Investasi, dimana dana bergulir merupakan investasi jangka panjang non permanen. Kas yang berstatus dana bergulir pada BLU (seperti pada LPDB Menkop UKM atau PIP Depkeu) berbeda dengan kas yang berstatus kas operasional yang memang harus dikonsolidasikan pada posisi kas K/Lyang bersangkutan. Dengan demikian, apabila Pemerintah mengikuti saran auditor BPK maka penyajian neraca menjadi bertentangan dengan prinsip akuntansi dan konsep pengelolaan keuangan BLU.

    – Konsolidasi pendapatan dalam LKPP
    BPK berpendapat bahwa realisasi Pendapatan Negara adalah berdasarkan laporan akuntansi kementerian negara/lembaga. Pemerintah tidak setuju dengan pendapat tersebut karena alasan sebagai berikut:
    • Menteri Keuangan menurut UU berfungsi sebagai pengelola fiskal dan Bendahara Umum Negara, dan karenanya menjadi penanggung jawab utama terhadap realisasi penerimaan/pendapatan.
    • Menteri/pimpinan lembaga menurut UU berfungsi sebagai pengguna anggaran dan bertanggung jawab terhadap setiap pembebanan anggaran. Karenanya menteri/pimpinan lembaga menjadi penanggung jawab utama atas realisasi belanja.
  • Sistem Akuntansi Pemerintahan dibangun dengan kapasitas internal check (saling uji) antara sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh Bendahara Umum Negara dengan sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh K/L.
  • Apabila Pemerintah mengikuti saran BPK untuk mendasarkan jumlah realisasi pendapatan tahun 2007 pada akuntansi K/L, maka jumlah realisasi pendapatan menjadi hanya Rp699.577.480.292.800 bukan sebesar Rp707.806.088.304.925 sebagaimana disajikan pada LRA yang sudah diaudit. Dengan kata lain, apabila saran BPK dipaksakan maka akan mengakibatkan pendapatan negara kurang saji sebesar Rp8.228.608.012.125.
  • Terhadap temuan PNBP yang belum ada PP-nya dan digunakan langsung tanpa dilaporkan (misalnya pengelolaan Gedung Manggala Wanabakti yang dikelola oleh Yayasan Sarana Wana Jaya), Pemerintah akan melakukan inventarisasi ulang dan menyiapkan ketentuan supaya pelaksanaannya sesuai dengan perundang-undangan keuangan negara.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan dihasilkannya LKPP Tahun 2007 dari proses akuntansi yang modern walaupun belum sempurna dan telah diaudit secara independen oleh lembaga yang kompeten, kita semua patut berbesar hati bahwa kita secara bertahap telah mewujudkan amanat pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Cukup banyak perbaikan dalam penyelenggaraan akuntansi pada sebagian besar jajaran satker pemerintah yang hasilnya ditunjukkan dalam LKPP Tahun 2007, antara lain:
  1. Jumlah anggaran belanja yang kurang dipertanggungjawabkan (suspen) dari tahun 2005, 2006, dan 2007 semakin menurun, berturut-turut sebagai berikut: TA 2005 sebesar Rp1,94 triliun, TA 2006 sebesar Rp0,92 triliun, dan TA 2007 sebesar minus Rp0,24 triliun.
  2. Nilai aset Pemerintah semakin meningkat, berturut-turut sebagai berikut: tahun 2005 sebesar Rp1.173,13 triliun, tahun 2006 sebesar Rp1.219,26 triliun, dan tahun 2007 sebesar Rp1.600,21 triliun, sehingga untuk pertama kalinya Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2007 menunjukkan nilai kekayaan bersih yang positif sebesar Rp169,25 triliun.
  3. Beberapa butir pengungkapan (disclosures) yang baru, seperti mutasi rekening migas, hasil penertiban rekening, dan ikhtisar keuangan lembaga nonstruktural.
Beberapa temuan pokok yang disampaikan oleh BPK kami akui adanya dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk memperbaikinya. Kelemahan dan kekurangan masih terjadi, bukan karena pihak Pemerintah tidak memberi perhatian, namun hal demikian terjadi semata-mata karena diperlukan waktu untuk menyempurnakannya. Karenanya, Pemerintah selalu terbuka terhadap kritik dan saran audit BPK. Namun demi keseimbangan (fairness), Pemerintah sesungguhnya berharap bahwa BPK pun memberi pengakuan terhadap kemajuan-kemajuan yang telah dilakukan oleh Pemerintah. Namun, pihak BPK masih cenderung berfokus pada ‘bagian gelas yang masih belum terisi, bukan pada bagian yang sudah semakin terisi’. Apabila BPK hanya memberi penilaian pada kekurangan serta masalah-masalah yang belum tertangani, dikhawatirkan pendekatan demikian dapat berakibat pada kemunduran semangat dan pada gilirannya menimbulkan efek contra-productive bagi para penyelenggara akuntansi dan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang sedang giat-giatnya memperdalam disiplin baru ini.
 
Pada hakikatnya tanggung jawab untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang berkualitas merupakan tanggung jawab bersama, baik Pemerintah maupun BPK. Namun seperti kita ketahui bahwa Pemerintah memiliki keterbatasan karena terkendala oleh berbagai faktor seperti keterbatasan kapasitas SDM. Demikian pula, Pemerintah menyadari adanya keterbatasan yang dialami oleh BPK dalam hal kualitas SDM yang dirasakan menurun dalam pemeriksaan LKPP Tahun 2007, yang kemungkinan disebabkan oleh deployment sebagian SDM yang berkualitas pada kantor-kantor perwakilan baru. Dalam kaitan ini, Pemerintah mengharapkan agar pada masa mendatang penyampaian temuan oleh tim audit BPK lebih terorganisasikan dan harus dipastikan pengagendaannya dalam pembahasan teknis antara Pemerintah dan BPK.Terakhir, perlu kami beri klarifikasi mengenai berita media tanggal 27 Mei 2008 yang memberitakan bahwa BPK telah menemukan sekitar 33.000 rekening yang baru dengan nilai Rp30-an triliun. Hal ini telah kami cek kepada BPK, dan ternyata temuan rekening dimaksud pada dasarnya berasal dari temuan Tim Penertiban Rekening Pemerintah yang hasilnya pada waktu lalu telah disampaikan kepada Tim Audit BPK. Jadi, temuan rekening dimaksud merupakan temuan oleh Pemerintah, bukan temuan BPK.

Semoga artikel ini dapat menjadi informasi bagi para pengemban kebijakan. Satu hal yang perlu kita garis bawahi disini adalah " perbedaan pendapat bukanlah temuan audit"

No comments:

Powered By Blogger